Pesta Olahraga di Tengah Problematika
Olahraga terakbar dunia, Olimpiade 2016 akan digelar mulai 5 Agustus hingga 21 Agustus 2016 di Brasil. Sebanyak 207 negara akan bertarung memperebutkan medali emas yang tersebar di 28 cabang olahraga.
Kota Rio de Janeiro yang didapuk sebagai tuan rumah mengklaim sudah siap menyambut 11.239 atlet yang akan memperebutkan 306 medali emas yang disediakan.
Berbagai sarana dan prasarana dibangun di kota dengan populasi penduduk mencapai enam juta jiwa itu. Salah satu yang paling menonjol adalah pembangunan salah satu perkampungan atlet terbesar dalam sejarah Olimpiade.
Perkampungan atlet Rio di bangun di atas tanah yang cukup luas dengan panjang mencapai 1,5 km. Lahan tersebut kemudian "disulap" menjadi sebuah kompleks yang terdiri dari 31 bangunan dengan 17 lantai di tiap bangunannya. Total, terdapat 3.604 kamar di perkampungan atlet Rio.
Bangunan yang akan jadi markas atlet dan ofisial selama perhelatan Olimpiade ini juga dilengkapi dengan berbagai sarana pendukung. Mulai dari pusat kebugaran, kolam renang, taman, cafe, aula, hingga tempat ibadah ada di perkampungan atlet.
"Kami melakukan segala yang kami agar semua kebutuhan atlet terpenuhi. Mereka tidak perlu lagi meninggalkan perkampungan atlet. Mereka tinggal bertanding di Olimpiade, lalu kembali ke perkampungan atlet," ujar Mario Cilenti, pemimpin proyek pembangunan perkampungan atlet.
Berbagai Masalah Menghadang
Namun pada kenyataannya, bangunan megah dan nyaman yang dijanjikan Cilenti tidak sepenuhnya bisa dinikmati setiap atlet. Masih terdapat beberapa masalah di perkampungan atlet.
Rombongan atlet Australia menjadi salah satu kontingen yang menyatakan ketidakpuasannya dengan sejumlah fasilitas di apartemen yang akan mereka tempati.
Mereka mengeluhkan berbagai hal, mulai toilet yang tidak berfungsi, pipa bocor, kabel yang berantakan, tangga yang gelap, hingga lantai yang kotor. Mereka bahkan sempat menolak untuk menetap di perkampungan atlet dan memilih menginap di hotel terdekat.
"Kami seharusnya sudah menempati wisma atlet sejak 21 Juli, tapi selama ini kami tinggal di hotel terdekat, karena wisma atlet ini tidak aman dan belum siap (untuk ditempati)," Chef de Mission Australia, Kitty Chiller.
Masalah di perkampungan atlet ternyata bukan satu-satunya problematika yang dihadapi Brasil. Serangkaian masalah lain terus mengemuka seiring bergulirnya Olimpiade.
Tingginya angka kriminalitas di Rio menjadi satu problematika yang menjadi tugas berat panitia penyelenggara. Penculikan, perampokan, penjambretan, hingga peperangan antar geng menjadi hal yang patut diwaspadai atlet, ofisial maupun para turis yang akan menyaksikan gelaran Olimpiade 2016.
Mereka diimbau untuk tidak berkeliaran di malam hari atau mengenakan pakaian atau aksesoris yang mengundang terjadinya tindak kejahatan.
Legenda hidup sepak bola Brasil, Rivaldo bahkan sempat memberikan peringatan keras kepada turis yang akan datang menyaksikan Olimpiade 2016.
"Nyawa Anda bakal terancam di sini," kata pemain yang mengantar Brasil merebut medali perunggu pada Olimpiade 1996 itu.
Peringatan yang dilontarkan Rivaldo didukung fakta bahwa sudah lebih dari dua ribu nyawa melayang dalam empat bulan pertama di tahun 2016 akibat tindak kekerasan yang terjadi di jalanan.
Krisis ekonomi dan politik di Brasil disinyalir menjadi faktor utama meningkatnya angka kriminalitas. Dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi di Brasil memang terus merosot.
Hal ini dikarenakan maraknya tindak korupsi yang dilakukan para pejabat negara. Yang teranyar, Presiden Dilma Roussef harus dinon-aktifkan dari jabatannya pada Mei lalu lantaran terlibat korupsi di perusahaan minyak negara Petrobras. Imbasnya, kini Brasil dipimpin oleh wakilnya, Michel Temer hingga masa jabatan Roussef berakhir.
Di luar isu ekonomi dan politik, gelaran Olimpiade 2016 juga "diganggu" isu lain yakni, mewabahnya virus zika yang mengancam kesehatan para atlet yang akan berlaga nanti. Sejumlah atlet bahkan harus membawa lotion anti nyamuk untuk memproteksi diri mereka.
Teranyar, isu polusi air mengancam keberhasilan Brasil sebagai negara Amerika Selatan pertama yang menggelar pesta olahraga terakbar sedunia, Olimpiade.
Isu ini muncul berdasarkan hasil investigasi kantor berita Associated Press, di mana mereka menemukan virus dan bakteri dengan tingkat yang berbahaya dari saluran pembuangan di tempat-tempat para atlet akan berkompetisi dalam cabang-cabang olahraga air pada Olimpiade dan Paralimpik 2016.
Di luar masalah yang dihadapi Brasil, gelaran Olimpiade 2016 juga dihebohkan dengan maraknya kasus doping yang membuat banyak atlet harus melupakan impiannya tampil di Olimpiade.
Rusia menjadi negara yang paling disorot terkait kasus ini. Hal ini lantaran banyak atlet mereka yang tersandung permasalahan doping. Sebanyak 100 lebih atlet Rusia dari berbagai cabang olahraga harus gagal tampil di Olimpiade lantaran positif doping. Atlet dari cabang olahraga atletik jadi yang paling banyak terganjal kasus doping.
Kondisi ini sempat memunculkan ide agar Rusia dilarang tampil di Olimpiade 2016. Komite Olimpiade Internasional (IOC) sempat mempertimbangkan ide ini, namun pada akhirnya tetap memperbolehkan Rusia berpartisipasi, meski para atlet yang ingin berkompetisi harus melewati serangkaian tes yang membuktikan mereka bersih dari doping.
Dengan segala kekecewaannya, Presiden Rusia, Vladimir Putin tetap mendukung para atlet yang berangkat ke Olimpiade. Ia berpesan agar para atlet yang bertanding bisa mengeluarkan kemampuan terbaik dan memberikan kebanggaan buat atlet lain yang tidak bisa ikut Olimpiade.
Terlepas dari problematika yang dihadapi Brasil dan Rusia, Olimpiade 2016 akan resmi dibuka pada Jumat 5 Agustus atau Sabtu pagi WIB. Puluhan ribu atlet dari 207 negara, termasuk Indonesia siap bertarung memperebutkan medali emas.
Indonesia sendiri datang ke Rio dengan bermodalkan 28 atlet yang akan bertarung di tujuh cabang olahraga seperti bulu tangkis, renang, atletik, angkat besi, dayung, panahan, dan sepeda BMX.
Kontingen merah-putih datang dengan membawa satu misi, yakni mengembalikan tradisi meraih medali emas yang gagal dipertahankan pada Olimpiade empat tahun lalu di London, Inggris.
Well, mampukah Hendra Setiawan dan kawan-kawan mewujudkan ambisi tersebut? Kita doakan saja.
No comments